Surat Gembala, 4 Desember 2016
Ada satu pernyataan Kristiani yang sangat populer, yang sering didengar bahkan juga diucapkan. Kalimat itu adalah “Allah beserta kita”. Begitu mudahnya setiap orang Kristen mengucapkan kalimat ini, tetapi kenyataannya sungguh ironis, karena tidak sedikit mereka yang tidak mengalami realisasi dari pernyataan tersebut. Sehingga pernyataan tersebut menjadi kalimat klise yang tidak berkuasa. Banyak di antara mereka ragu-ragu dan kemudian bertanya-tanya dalam hati: “Apakah Allah masih menyertaiku?” Keraguan bahkan ketidakpercayaan ini muncul pada waktu mereka mendengar kesaksian-kesaksian orang lain yang luar biasa mengenai pengalaman mereka dengan Tuhan. Ia mendengar orang mendapat penglihatan, bisa mendengar suara Tuhan, mendapat mimpi dari Tuhan, bertemu langsung dengan Tuhan, bahkan ada yang diangkat ke surga dan neraka. Tetapi dirinya sendiri tidak memiliki pengalaman apa-apa dengan Tuhan. Ia merasa bahwa Tuhan bersikap diskriminatif dan tidak memedulikan dirinya sama sekali. Sebagai akibatnya, dirinya meragukan apakah Allah masih eksis. Orang-orang seperti ini sebenarnya frustasi. Tetapi mereka tidak jujur menunjukkan frustasinya. Di dalam pikiran mereka Tuhan sangat misteri, seperti ruangan gelap yang tidak ada secercah cahaya pun. Tuhan seperti Pribadi yang bersembunyi di balik awan yang tidak terjangkau. Akhirnya dengan diam-diam dirinya kecewa. Sebenarnya banyak orang Kristen dalam kedaaan seperti ini. Mengapa masih banyak orang Kristen yang tidak menghayati penyertaan kehadiran Allah dalam hidupnya sehingga meragukan keberadaan-Nya?
Ada beberapa penyebab mengapa seseorang kurang percaya bahwa Allah menyertainya dan meragukan keberadaan-Nya. Salah satu penyebabnya adalah, karena mereka menuntut Allah menyatakan diri secara fisik dengan tanda-tanda nyata secara lahiriah seperti yang mereka kehendaki. Mereka berharap dapat membuktikan kehadiran Allah secara fisik dengan tanda-tanda yang mereka harapkan. Kalau hal itu terjadi maka mereka baru mau percaya. Bila orang-orang seperti ini tidak mengalami pengalaman secara fisik -dan bila mungkin secara spektakuler dengan Tuhan- maka mereka masih meragukan kehadiran atau penyertaan-Nya. Orang-orang seperti ini adalah orang yang memiliki gaya hidup seperti Tomas; baru mau percaya setelah melihat.
Ketika Tuhan Yesus menyatakan bahwa walau tidak melihat tetapi mereka bisa percaya, mereka adalah orang yang berbahagia. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang hendaknya bisa percaya walau tidak ada tanda-tanda lahiriah atau bukti-bukti fisik. Tuhan tidak akan selalu menyatakan diri secara “visible” supaya orang percaya. Dengan pernyataan tersebut Tuhan menunjukkan bahwa akan ada banyak orang yang tidak akan memiliki pengalaman seperti Tomas. Dalam hal tersebut seharusnya orang percaya berlatih untuk percaya dengan iman bahwa Allah sungguh ada, tanpa perlu menggunakan indera jasmaninya untuk menangkap kehadiran Tuhan. Dengan demikian mereka tidak perlu menuntut fakta-fakta atau bukti lahiriah, baru mau percaya. Faktanya, banyak orang Kristen tanpa sadar menjadi ateis dan mengembangkan keyakinan dalam dirinya bahwa Allah sudah mati, karena tidak melihat tanda-tanda lahiriah atau fisik. Kalaupun mereka masih beragama Kristen, mereka termasuk kelompok orang-orang ateis praktis. Secara teori mereka percaya bahwa Allah ada, tetapi secara praktek mereka tidak percaya bahwa Allah ada. Tanda-tanda dari orang-orang Kristen seperti ini adalah mereka berkelakuan tidak sesuai dengan Firman Tuhan secara terus menerus dan hidup dengan perasaan negatif, yaitu hidup dalam kekhawatiran.
Tuhan menghendaki kita tetap percaya walau tidak melihat bukti-bukti fisik. Orang yang berani percaya bahwa Allah hidup, hanya karena melihat tanda-tanda fisik, seperti seorang yang bisa atau mau berjalan hanya karena ada tongkat penopang. Ini adalah orang-orang yang invalid. Orang percaya yang normal, adalah mereka yang percaya bahwa Tuhan hidup walau tidak pernah mendengar suara Tuhan secara langsung dengan telinga, tidak pernah mendapat penglihatan, tidak pernah bertemu muka dengan muka dengan Tuhan, tidak pernah diangkat ke surga atau dibawa ke neraka. Inilah orang percaya yang unggul. Justru ketika orang percaya memilliki keyakinan terhadap keberadaan Allah, sementara mereka tidak memiliki pengalaman spektakuler, itulah iman yang lebih berkualitas. Itulah iman yang tidak bersyarat, yaitu percaya walau tidak melihat.
“Justru ketika orang percaya memiliki keyakinan terhadap keberadaan Allah, sementara mereka tidak memiliki pengalaman spektakuler, itulah iman yang lebih berkualitas.”
Berita Terbaru