Dalam beberapa bagian di Perjanjian Baru, kita menemukan ketegasan Tuhan sebagai Raja dengan prinsip dan keputusan-Nya yang tidak dapat diubah. Hal ini sangat berbeda dengan penggambaran mengenai Tuhan yang sering kita dengar melalui banyak pembicara di mimbar-mimbar gereja dan persekutuan doa. Tuhan hanya digambarkan sebagai sosok yang sabar, lemah lembut, penuh kasih dan pengertian. Tuhan tidak digambarkan secara utuh. Mereka hanya menekankan satu aspek dari hakikat Tuhan. Sehingga secara permanen terbentuk suatu gambaran mengenai Tuhan yang tidak utuh atau tidak lengkap.
Ini sebenarnya sebuah penyesatan atau penipuan, sebab kebenaran itu adalah pengetahuan atau pengertian yang utuh atau lengkap; sebagian data atau pengungkapan sebagian fakta bukanlah kebenaran. Sesungguhnya Tuhan juga adalah sosok pribadi yang tegas, berdaulat penuh atas semua keputusan-Nya tanpa dipengaruhi pihak manapun. Tuhan juga pribadi yang tidak kompromi terhadap apa yang bertentangan dengan prinsip keadilan, kesucian dan kebenaran-Nya.
Dalam Nahum 1:2-3, dilukiskan mengenai keberadaan Allah yang cemburu dan pembalas. Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para musuh-Nya. Ia panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak membebaskan dari hukuman orang yang bersalah. Dalam Matius 7:21-23, ketika Tuhan menolak orang-orang yang merasa sudah melakukan sesuatu yang dianggapnya bernilai, Tuhan menunjukkan ketegasan-Nya. Ia sama sekali tidak mempertimbangkan pikiran, anggapan, keyakinan atau dugaan manusia. Tuhan kokoh atas keputusan-Nya yang tidak dapat diganggu gugat. Fakta ini seharusnya membuat kita gemetar terhadap Tuhan.
Kalau di dunia ini, dengan uang seseorang bisa memutar balikkan fakta, membuat atau merubah keputusan melalui ketukan palu hakim, membeli kekuasaan, mengatur aparat keamanan dan lain sebagainya. Tanpa disadari hal ini membuat seseorang menjadi sombong, tanpa disadari ia telah meremehkan fakta kekekalan. Kemudahan hidup dapat membutakan mata seseorang terhadap realitas hakikat Allah yang dahsyat atau karena ia tidak belajar kebenaran sehingga tidak mengenal hakikat Allah dengan benar. Ia tidak sadar bahwa suatu saat nanti di hadapan Hakim yang Maha Agung, seseorang tidak akan berdaya sama sekali. Semua kekuasaan, kemampuan dan relasinya dengan orang-orang kuat di dunia tidak ada artinya sama sekali. Memahami hal ini, hendaknya kita mulai merendahkan diri di hadapan Tuhan untuk bertobat. – Solagracia –
Berita Terbaru