Gairah Iman

HomeBlogGairah Iman

Surat Gembala, 24 April 2016

 

“Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1)

Segala sesuatu yang berkaitan dengan Tuhan harus didasari oleh iman. Apakah yang dimaksud dengan iman sehingga menjadi sangat penting dalam hal ini? Dalam teks aslinya kata ‘iman’ menggunakan kata pistis, Ing. faith, yang dapat diterjemahkan sebagai kepercayaan; keyakinan moral (dari kebenaran agama, atau kebenaran, terutama ketergantungan pada Kristus untuk keselamatan; kebenaran itu sendiri: jaminan keyakinan, percaya, iman, kesetiaan.) Dari definisi, dapat diartikan secara bebas yaitu, “penyerahan diri secara total kepada obyek yang dipercayai”. Obyek iman Kristen adalah pribad (pikiran dan perasaan) Allah di dalam Kristus Yesus.

Allah telah memberikan pikiran, perasaan dan kehendak kepada manusia sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan diri-Nya. Memang betul, bahwa akibat kejatuhan manusia ke dalam dosa telah membuat posisi manusia menjadi “berpindah frekuensi” dari Allah kepada manusia di bawah asuhan Iblis. Bersyukur kepada Allah di dalam Kristus Yesus yang telah mengupayakan tersambungnya lagi frekuensi yang terputus itu (Rm. 5:8). Dengan kematian-Nya di atas salib maka, kutuk hukum dosa yaitu maut telah dipatahkan kuasanya (1 Kor. 15:55). Kondisi ini memungkinkan manusia untuk kembali membangun hubungan dengan Allah melalui imannya.

 

Membangun iman, sama halnya dengan membangun hubungan dengan Tuhan. Iman harus bergerak dan bertumbuh secara progresif sampai pada titik “sama-sama nyaman”. Iman harus diasah seperti asah seperti pisau sampai benar-benar tajam, sehingga dapat digunakan secara efektif. Berbicara ketajaman iman, ada dua faktor yang dapat memengaruhinya. Pertama, adanya perbuatan dosa. Perbuatan dosa yang bertalian dengan baik pelanggaran moral umum maupun tindakan yang mendukakan perasaan Allah. Jangan anggap remeh akan hal tersebut. Paulus mengingatkan kepada jemaat di Efesus agar, jangan memberi kesempatan (tempat berpijak) kepada Iblis, orang yang mencuri jangan mencuri lagi dan seterusnya (Ef. 4:26-32). Bahkan Allah pun juga telah memperingatkan Kain ketika hatinya panas, agar ia berbuat baik, karena dosa telah mengintip (Kej. 4:6-7). Dua ayat di atas telah memberi pejelasan kepada kita, bahwa perbuatan dosa telah membuat hubungan atau iman kepada Allah menjadi tumpul. Oleh sebab itu, berjuanglah untuk tidak melakukan dosa, agar iman kita menjadi tajam sehingga kita memiliki kepekaan terhadap perasaan Allah. Kedua, adanya kegairahan terhadap kenikmatan dunia. Seringkali hati kita bergemar atas pencapaian usaha, gelar akademis, jabatan, karir, untung dagang, dan sebagainya. Allah adalah Pribadi yang cemburu, Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita diingini-Nya dengan cemburu (Kel. 34:14, Yak. 4:5), pilih Allah atau Mamon (Mat. 6:24).

Seringkali manusia tersesat di dalam perasaannya sendiri. Sesuatu yang membuat dirinya nyaman dianggap sebagai titik akhir pencarian hidupnya. Menikmati berkat Tuhan bukan tidak boleh, tetapi jika ternyata gairah hidup seseorang dikendalikan oleh berkat tersebut, sama halnya telah mengabaikan perasaan Tuhan sebagai obyek iman orang percaya yang seharusnya menjadi sumber gairah satu-satunya. Demi tujuan iman yang benar, yaitu keselamatan jiwa kita, maka pastikan kita tetap di dalam ketaatan dan kesetiaan kita kepada pikiran, perasaan, dan kehendak Tuhan, walaupun seketika (tujuh puluh delapan puluh tahun) kita harus berdukacita (1 Pet. 1:6-9). Inilah gairah iman yang benar. Amin.

“Menikmati berkat Tuhan bukan tidak boleh, tetapi jika ternyata gairah hidup seseorang dikendalikan oleh berkat tersebut, sama halnya telah mengabaikan perasaan Tuhan.”

Written by

The author didnt add any Information to his profile yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *