Surat Gembala, 6 Desember 2015
Kita tidak akan dapat memahami bagaimana menjadi hamba Kristus yang sejati, jika tidak mengerti apa tujuan pelayanan yang dikehendaki Tuhan. Sebagai pegawai yang benar, seharusnya tugas yang diembannya harus sesuai mandat. Untuk memahami tujuan pelayanan yang dikehendaki Tuhan, kita harus terlebih dahulu memahami apa tujuan hidup yang harus dimiliki insan ciptaan, khususnya sebagai anak tebusan-Nya. Bagaimana hidup sebagai ciptaan dan anak tebusan Tuhan merupakan isi pengajaran yang diajarkan Tuhan Yesus kepada umat-Nya di sepanjang pelayanan-Nya. Jadi semua yang diajarkan tersebut itulah yang disebut Injil atau kabar baik.
Selama ini tujuan pelayanan banyak gereja dan “pemimpin umat, gembala sidang” adalah agar jemaat diberkati dan dijamin Tuhan dalam usaha, bisnis atau pekerjaannya menjadi maju, keluarga harmonis. Pendeknya, yang diajarkan adalah bagaimana menikmati berkat-berkat pemeliharaan Tuhan secara berlimpah. Jika pelayanan gereja selama ini hanya hal-hal tersebut yang dikerjakan, maka hal ini justru membuat jemaat tidak mengenal inti rencana Allah, yaitu dikembalikan-Nya manusia kepada awal masa penciptaannya. Alih-alih mendorong manusia untuk masuk kepada inti rencana Tuhan, tetapi justru menjauhkan umat dari rencana-Nya dan bahkan menyesatkan. Mari kita renungkan, mengapa untuk hal-hal yang bersifat sementara kita ngotot kepada Tuhan untuk dipenuhi secepat mungkin, sementara untuk hal-hal yang bersifat kekal kita berlambat-lambat untuk memenuhinya yaitu perubahan watak ilahi kita. Makan, pakaian, dan papan adalah kebutuhan dasar setiap manusia, dan Tuhan sudah memenuhinya baik untuk orang jahat maupun untuk orang benar. Tetapi justru gereja menjadikan hal tersebut seakan-akan rumit dan mendesak, padahal seandainya semua itu tidak terpenuhi, tidak masalah.
Pun seandainya kita mati karena kelaparan, bukan berarti Tuhan tidak memenuhi rencana-Nya buat anak-anak-Nya. Ketika Stefanus mati dirajam batu oleh orang-orang Yahudi dan tua-tua mereka, apakah kita berani berkata, Tuhan tidak berdaya dan Stefanus gagal hidupnya? Tentu tidak, kehidupan Stefanus masih berlanjut sampai di kekekalan, dan bahkan hanya dalam peristiwa itu saja Alkitab mencatat bahwa, Stefanus melihat Tuhan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Banyak aktivitas rohani dan kegiatan gereja yang disebut sebagai pelayanan, ternyata belum benar-benar menyentuh esensi pelayanan yang Tuhan Yesus maksudkan. Esensi pelayanan yang Tuhan ajakan adalah bagaimana setiap orang percaya mau hidup seperti teladah iman Abraham yang nampak dari ketaatannya yaitu berpindah dari zona hidup lamanya dan berpindah kepada zona Tuhan.
Untuk menjadikan orang percaya sebagai hamba Kristus yang sejati, gereja harus mengajarkan antara lain:
- Memindahkan hati dari dunia ini ke dalam Kerajaan Surga, ini berarti tidak berharap memiliki dan menikmati dunia seperti anak-anak dunia menikmatinya, sebab di mana ada harta kita di situ hati kita berada (Mat. 6:19-22). Tidak cinta uang karena hal itu akar dari segala kejahatan (1 Tim. 6:10). Kekayaan membuat seseorang tidak mengerti Firman Tuhan (Mat. 13:22-23; Luk. 16:11 kata harta yang sesungguhnya di ayat ini adalah alethinos yang berarti kebenaran).
- Menyerahkan diri sepenuh bagi Tuhan yang telah membelinya dengan darah yang mahal (1 Kor. 6:19-20). Memiliki keadaan bahwa diri kita bukan milik kita sendiri. Dengan demikianakan rela dimiliki Tuhan sepenuh, kehilangan seluruh hak-hak untuk mengabdi sepenuh kepada Tuhan (Mat. 6:24; Flp. 2:5-7). Sesungguhnya semua orang percaya adalah hamba Tuhan. Semua harus melayani Tuhan sepenuh waktu dan sepenuh hati. Semua adalah imamat-imamat yang rajani (1 Petrus 2:9).
- Memberi diri untuk didewasakan (Rom. 8:28).
Pelayanan teknik tidak boleh menggeser esensi rencana Tuhan, yaitu menjadikan orang percaya sebagai hamba Kristus yang sejati dan berwatak seperti Dia.
” Sesungguhnya semua orang percaya adalah hamba Tuhan. Semua harus melayani Tuhan sepenuh waktu dan sepenuh hati.”
Berita Terbaru