Surat Gembala, 15 November 2015
Petunjuk, kata ini memiliki peran yang sangat penting untuk sebuah proses, apapun prosesnyaitu. Di dalam setiap pelepasan sebuah produk ke pasaran, pasti disertai dengan sebuah catatan guna memberikan panduan untuk mengoperasikan produk tersebut. Tebal atau tipisnya, tergantung produk yang di jual, makin rumit, maka makin teballah buku petunjuk tersebut. Tetapi ironisnya adalah, tidak semua orang mau membacanya dengan teliti, sehingga pemanfaatan produk tersebut tidak bisa maksimal dan tidak jarang juga terjadi kerusakan atas produk tersebut. Jika demikian, bukan sebuah manfaat yang didapat, tetapi justru kerugian. Misalkan, ketika seseorang membeli sebuah handphone, tentu disertai dengan buku petunjuk sebagai panduan pengoperasiannya. Tetapi, tidak semua orang mau membaca buku tersebut. Kalau pun bisa mengoperasikan tanpa memahami buku panduannya, pasti tidak maksimal.
Manusia adalah produk Allah yang sangat rumit. Manusia sendiri tidak pernah mampu memahami perjalanan hidupnya. Sehingga tidak sedikit manusia mengalami “kerugian” dalam hidupnya. Allah telah memberikan sebuah buku petunjuk yang sifatnya berdampak kekal, yaitu injil yang murni. Injil yang murni adalah mengajarkan salib, bukan jalan mudah. Tetapi tidak semua orang tahu atau lebih tepatnya tidak mau tahu akan hal tersebut. Kalaupun mau mempelajarinya hanya kepada hal-hal yang bersifat fana yaitu, keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup.
Yang dipelajari adalah bagaimana menjadi Kristen, maka akan memiiliki jalan mudah untuk mendapatkan sukses di bumi dan mati masuk sorga. Apakah betul injil mengajarkan demikian? Kehadiran injil di tengah-tengah dunia yang rusak, dimana kuasa kegelapan bercokol dan terus menghembuskan kenikmatan dunia yang seakan-akan tak akan berakhir adalah hendak mengembalikan mind set manusia yang berpikir duniawi kepada manusia ilahi. Ironis, hari ini Injil telah terdistorsi oleh semangat zaman ini. Perlu kita tegaskan kembali bahwa injil tidak pernah mengajarkan jalan mudah, bahkan mengiming-iming pun tidak. Injil tidak anti kemapanan tetapi injil anti kecintaan akan dunia. Cinta akan dunia sama halnya dengan menyembah iblis dan sudah tentu itu musuh Allah (Mat. 4:8-9, Yak. 4:4). Dunia telah memberi tuntutan kepada manusia secara laten (tersembunyi, tetapi bisa muncul sewaktu-waktu, KBBI, hal.483, Tim Prima Pena). Kesesatan tidak pernah menampakkan wujud aslinya, tetapi lebih berfokus kepada hasil akhirnya. Kepalsuan menghindari perbedaan wujud tampilan, justru bila perlu sama persis, tetapi hakekatnya adalah tetap palsu. Moral dunia tidak semua jelek, tetapi sebaik apapun itu, jika tidak dalam rangka untuk “menjaga” wibawa Allah, maka hal itu tidak memiliki nilai yang sempurna di hadapan Allah. Injil menghendaki kesempurnaan dalam segala hal. Mengapa demikian? Ya, karena Allah adalah sempurna adanya, jika tidak demikian seseorang tidak layak untuk dpercayai untuk memerintah bersama Kristus di kekekalan. Cara hidup yang sempurna adalah bagaimana mengerahkan segala potensi hidup untuk “menjaga” wibawa Allah, bukan untuk kepuasan diri sendiri (Rom. 11:36)
Bagaimana mungkin orang pendosa seperti kita bisa melakukannya? Jawabnya sederhana. Pertama, menyadari bahwa kita orang yang tidak memiliki hak untuk hidup karena dosa (binasa kekal), tetapi hanya karena kebijakan-Nyalah kita telah memiliki kemungkinan untuk hidup kembali. Dengan demikian kita akan tahu bagaimana hidup untuk Tuhan. Kedua,cinta akan mengubah segala-galanya, karena cinta memiliki kekuatan untuk berbuat sesuatu. Siapa yang menjadi kekasih kita hari ini? Inilah jalan salib (1Yoh. 5:3). Amin.
“Cara hidup yang sempurna adalah bagaimana mengerahkan segala potensi hidup untuk “menjaga” wibawa Allah, bukan untuk kepuasan diri sendiri.”
Berita Terbaru