Surat Gembala, 16 Agustus 2015
Segala sesuatu dapat kita jadikan masalah. Suami, istri, anak, saudara, orang tua, tetangga, pendidikan, kekayaan, kemiskinan, kesehatan. Apapun dapat menjadi masalah buat kita. Oleh karena itu banyak orang berusaha untuk lari sekencang-kencangnya dari masalah. Memang pada kenyataannya tidak ada orang yang menginginkan hidupnya bermasalah. Masalah yang dimaksud di sini adalah keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman sehingga kebahagiaan dan kenyamanan hidup menjadi perburuan orang pada umumnya.
Terkait dengan hal ini, banyak orang beragama atau bertuhan bertujuan hanya untuk menghindarkan diri dari masalah dan memperoleh kenyamanan hidup, akhirnya yang terjadi adalah “eksploitasi” agama dan tuhannya, termasuk di dalamnya adalah orang yang mengaku Kristen. Secara moral umum, tindakan ini tidaklah salah dan bahkan dianggap sebagai kesadaran rohani yang baik. Apakah benar demikian? Jika dilihat dari sudut pandang Alkitab, tentu tidak demikian. Alkitab telah memberikan panduan lengkap dan jujur bahwa, dalam segala sesuatu Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia (Rm. 8:28). Yang dimaksud kebaikan di sini adalah, adanya kesempatan bagi kita untuk kembali serupa dengan Anak-Nya sebagai standar keselamatan yang telah Allah tetapkan. Di dalam Tuhan, tidak ada masalah yang tidak mendatangkan kebaikan, jadi orang percaya tidak usah takut menjalani masalah. Harus diingat, bahwa di luar Tuhan atau di dalam Tuhan, setiap orang pasti berhadapan dengan masalah, tetapi yang membedakan adalah di dalam Tuhan memiliki tujuan yang jelas, yaitu serupa dengan Kristus. Dalam hal ini, dibutuhkan kedewasaan, untuk memiliki kedewasaan dibutuhkan kesabaran dan ketekunan, untuk memiliki hal tersebut manusia harus berdamai dengan Tuhan. Jika sudah demikian seseorang akan memiliki ketenangan dalam menghadapi segala permasalahan hidup.
Sebagai anak Tuhan yang baik tentunya kita harus menyelesaikan setiap permasalahan hidup, baik ekonomi, kesehatan, rumah tangga, dan lainnya sebagai bentuk tanggung jawab yang telah Tuhan ajarkan. Segenap tenaga dan potensi harus kita kerahkan untuk hal itu, tetapi itu semua bukan dalam rangka demi untuk menikmati hidup di delapan puluh tahun ini saja. Kebahagiaan dan ketenangan kita tidak terletak pada keadaan lahiriah. Damai sejahtera dan sukacita kita yang mengerjakan adalah Roh Kudus, bukan hal lain dan hal yang sifatnya batiniah. Oleh karena itu, segala bentuk penyelesaian masalah harus kita gunakan sebagai sarana untuk mendewasakan mental dan spiritual kita sehingga kita mampu mengabdi dan melayani Tuhan dengan benar.
Jika hidup kita sudah tidak ada masalah maka segeralah kita “mencari masalah”.
Pertama, perkarakan diri kita di hadapan Tuhan apakah kita sudah sempurna seperti Bapa? Karena itu kita harus terus berjuang untuk hidup tak bercacat dan tak bercela.
Kedua, ikut memikul beban orang lain, sebagai wujud mengasihi saudara kita. Dengan demikian, kita ikut mengerjakan pekerjaan Bapa sebagai saksi-Nya (Kis. 1:8).
Untuk proses pertumbuhan kedewasaan mental, karakter, dan iman kita maka diperlukan kondisi yang kondusif, artinya diperlukan suasana yang mendukung demi tercapainya suatu tujuan. Oleh karena itu, setiap permasalahan yang kita alami marilah kita jadikan sebagai suasana yang kondusif bagi pertumbuhan, baik mental, karakter, dan iman kita sekaligus orang lain bagi kemuliaan Tuhan. Amin.
“Di dalam atau di luar Tuhan, setiap orang pasti berhadapan dengan masalah, tetapi yang membedakan adalah di dalam Tuhan memiliki tujuan yang jelas, yaitu serupa dengan Kristus.”
Berita Terbaru