Membuktikan Tuhan Ada

HomeBlogMembuktikan Tuhan Ada

Surat Gembala, 24 Juli 2016

Kalimat “percaya walau tidak melihat” itu muncul pada saat Tuhan Yesus memberi komentar atas sikap Tomas yang menuntut bukti (Yoh.20:24). Rupa-rupanya, Tomas memiliki masalah khusus dengan percayanya (Yoh. 11:14-16). Ironis memang, sudah sedemikian lama mengiring Tuhan kemana pergi, masih juga belum bisa memercayai Tuhan dengan santun.

Di mana ada keyakinan, pada saat yang sama, keraguan juga mendampinginya. Mengapa demikian? Manusia adalah mahkluk fisik yang mengukur segala sesuatu dari apa yang kelihatan secara fisik pula. Sebenarnya kalimat ini hanya cocok untuk orang yang belum percaya kepada Tuhan, atau mungkin sudah percaya tetapi belum mampu bersikap dewasa. Ada hal prinsip yang harus kita pahami bahwa, Allah itu Roh yang sampai kapan pun, tidak akan kelihatan. Seharusnya kitalah yang harus menempatkan diri sebagai orang yang menyadari siapakah kita di hadapan-Nya, itulah iman. Iman yang dewasa adalah iman yang dapat dipercayai Tuhan, bukan lagi memercayai Tuhan, apalagi dengan menuntut bukti fisik. Penyerahan diri secara total bahkan nyawa seperti Lazarus itu standar yang benar, bukan seperti Tomas dimana sampai pada hari Tuhan bangkit masih menuntut bukti. Tetapi puji Tuhan, tradisi gereja mencatat bahwa akhirnya Tomas memang membuktikan kalimatnya, yaitu mati bersama Tuhan di India sebagai pahlawan Injil.

 

Kepercayaan kita kepada Tuhan tanpa menuntut bukti merupakan tolok ukur kedewasaan iman seseorang. Per tanyaannya, sejauh manakah percaya kita selama ini? Apakah kita masih menuntut bukti? Jika ya, berarti kita belum bisa ber tindak santun kepada Tuhan dan itu cerminan iman yang masih kekanak-kanakkan. Kita adalah calon mempelai Kritus. Kristus telah menyelesaikan bagiannya dengan sempurna, yaitu demi membahagiakan calon mempelai-Nya, Ia telah korbankan nyawa-Nya. Lalu, apa yang sudah kita berikan kepada-Nya sebagai bukti kesediaan kita untuk menjadi calon mempelai-Nya? Sangat tidaklah wajar jika kita masih menuntut bukti, sementara kita tidak pernah bersedia membuktikan percaya kita kepada-Nya. Satu hal yang membuat seseorang menuntut bukti akan adanya Tuhan, yaitu mengedepankan keinginannya yang dianggap sebagai kebutuhan. Seseorang harus tahu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Jika hidup ini hanya di dasarkan kepada yang kita butuhkan, maka kita tidak kuatir dan menuntut pembuktian lagi. Semangat percaya yang kita kobarkan hendaknya adalah berserah total kepada apa yang Tuhan kehendaki. Seringkali Tuhan membawa kita kepada lorong gelap yang seakan Dia tidak ada di sana, sebenarnya momen itu digunakan Tuhan untuk melatih kita dapat dipercayai dan memercayai-Nya. Jangan menjadi minder ketika ada orang-orang di luar sana mampu membuktikan tuhannya hebat dengan membuat mujizat yang spektakuler. Camkan bahwa, kehebatan Tuhan kita bukan terletak pada mujizat yang Ia perbuat, tetapi kepada komitmen-Nya di mana Ia mau mengosongkan diri-Nya dari keserupaan-Nya dengan Allah Bapa dan memilih mengambil rupa manusia  dan sebagai hamba sampai taat dan mati di kayu salib (Fil. 2-10). Demikian halnya kita sebagai orang yang mengaku percaya dan siap menjadi mempelai-Nya juga dituntut untuk serupa dengan Dia. Hanya melalui cara hidup seperti Tuhan-lah kita dapat membuktikan Tuhan itu ada dan benar adanya. Di sinilah letak keunggulan iman Kristen dimana orang percaya diberikan kehormatan untuk memeragakan hidup Tuhan sebagai bukti Dia ada. Amin.

“Seringkali Tuhan membawa kita kepada lorong gelap yang seakan Dia tidak ada di sana, sebenarnya momen itu digunakan Tuhan untuk melatih kita dapat dipercayai dan memercayai-Nya.”

Written by

The author didnt add any Information to his profile yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *