Memperlakukan Allah Sebagai Pribadi yang Hidup

HomeBlogMemperlakukan Allah Sebagai Pribadi yang Hidup

Surat Gembala, 25 Oktober 2015

Pada dasarnya, manusia memperlakukan dirinya sebagai pusat seluruh perlakuan baik dan menjadikan dirinya tuhan. Keberadaan Allah tidak menjadi penting, karena Allah tidak nampak. Segala sesuatu harus bisa dibuktikan secara scient, jika tidak maka dianggap nothing. Kelompok ini sering disebut atheis. Pandangan ini diwakili oleh dunia barat (Eropa), dengan paham Nihilismenya. Di belahan dunia timur, atmosfir kebertuhanan masih kuat, terlepas siapa yang menjadi tuhannya. Tetapi pada tataran praktis, justru mereka memungkiri adanya Tuhan. Hal ini tercermin dari sikap perilaku mereka yang arogan. Bertuhan hanya dilakukan sebagai legalitas formal, tanpa dilandasi oleh pengenalan akan pribadi Tuhan yang adalah kasih. Sikap seperti ini biasa disebut sebagai atheis praktis. Secara teori mengakui adanya Tuhan, tetapi secara praktek hidupnya justru melawan keberadaan Tuhan.

Yakobus memberikan sebuah pernyataan, bahwa iman yang menyelamatkan adalah iman yang terealisasi dengan benar (Yak. 2:14-17). Pernyataan ini dipertegas lagi di ayat 19, yaitu, jika kepercayaan seseorang tidak terealisasi maka sama saja dengan sikap yang ditunjukan oleh roh-roh jahat. Pernyataan Yakobus ini sebenarnya hendak menempatkan pribadi Tuhan sebagai pribadi yang hidup dan sempurna dalam karakter-Nya. Ada dua sifat yang sangat berbeda antara Allah dan Tuhan yang memiliki pikiran dan perasaan yang sempurna. Manusia juga memiliki hal yang sama, hanya permasalahannya adalah, apa yang dimiliki manusia kualitasnya jauh dari sempurna. Disinilah letak permasalahannya.

Manusia berfilosofi dan bergerak sesuai dengan pikiran dan perasaanya. Kecenderungan dari perilaku ini adalah, pengabaian terhadap perasaan Tuhan. Jangan sesat! Allah tidak mmbiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya (Gal. 6:7). Allah sangat elegan dalam bertindak. Hari ini sepertinya Dia diam saja ketika melihat manusia bersikap acuh tak acuh terhadap diri-Nya. Caci maki yang dialamatkan kepada-Nya, tidak begitu terasa dampaknya bagi mereka hari ini. Kelak akan datang saatnya, dimana Allah dengan segala keagungan-Nya sebagai penguasa semesta alam akan berterus terang menolak orang yang berlaku  demikian. Hanya satu saja tempat yang layak bagi mereka yaitu tempat dimana terdapat ratap tangis dan kertak gigi bersama roh-roh jahat yang hanya bisa percaya tetapi tidak mau merealisasikan iman percayanya.

Sikap seseorang yang berseberangan dengan kehendak Tuhan, merupakan tindakan yang tidak menganggap Allah hidup. Demikian halnya sikap kuatir. Sikap kuatir seseorang merupakan bentuk pelecehan terhadap pribadi Allah yang hidup, karena demikian menganggap Allah tidak peduli atau bahkan menganggap Allah tidak sanggup melindungi anak-anak-Nya. Ini adalah tindakan pencemaran terhadap nama baik Allah. Pantaskah kita sebagai anak-anak-Nya bersikap demikian? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Amin.

“Sikap seseorang yang berseberangan dengan kehendak Tuhan, merupakan tindakan yang tidak menganggap Allah hidup. Demikian halnya sikap kuatir. Sikap kuatir seseorang merupakan bentuk pelecehan terhadap pribadi Allah yang hidup, karena demikian menganggap Allah tidak peduli atau bahkan menganggap Allah tidak sanggup melindungi anak-anak-Nya.”

Written by

The author didnt add any Information to his profile yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *