PADA UMUMNYA MANUSIA hidup di dunia ini merindukan dan membutuhkan hidup yang mapan. Standar hidup kemapanan masing-masing orang berbeda. Hal ini sangat ditentukan oleh filosofi hidupnya, artinya pengertian nilai-nilai (value) yang dibangun sejak kecil. Dalam hal ini yang paling banyak berperan mewarnai filosofi hidup seseorang adalah keluarga, lingkungan dan pendidikan. Sekarang ini oleh karena perkembangan teknologi, transportasi dan komunikasi (di dalamnya termasuk internet) maka banyak pengaruh dari luar lingkungan dekat yang ikut mewarnai filosofi hidup seseorang. Tidak bisa dibantah bahwa apa yang banyak diserap oleh anak manusia hari ini adalah filosofi manusia yang fasik, yang menggiring mereka kepada kehidupan yang semakian jauh dari persekutuan dengan Tuhan.
Pada umumnya kemapanan hidup seseorang ditopang oleh terpenuhinya kebutuhan finansial, sebab dengan finansial yang “memadai” mereka merasa terjamin. Inilah yang membuat seseorang selalu bergerak tiada henti untuk mencapai apa yang ditargetkannya. Dan target tersebut hampir selalu bergerak, sebab pada umumnya orang tidak puas dengan apa yang sudah dimilikinya. Mekanisme hidup seperti ini membelenggu seseorang dalam kesibukan hidup yang tiada henti sampai saatnya ia masuk kuburan. Biasanya mereka melupakan kehidupan yang akan datang di langit baru dan bumi yang baru (Luk. 12:16-21).
Kedatangan Tuhan Yesus ke dunia merusak kemapanan hidup menurut konsep manusia pada umumnya. Tuhan Yesus menarik Petrus keluar dari kehidupannya sebagai nelayan. Tuhan juga mengambil anak-anak Zebedeus, yaitu Yohanes dan Yakobus untuk meninggalkan jala dan bisnis orang tuanya yang tergolong cukup berada. Tuhan Yesus juga menarik Lewi untuk meninggalkan meja cukainya dan menjual semua hartanya, membagikan kepada orang miskin dan mengikut Tuhan Yesus (Mat. 19:21). Tuhan Yesus sebenarnya juga menarik Nikodemus keluar dari ruang nyaman dan mapannya sebagai tokoh agama pada zamannya. Tetapi Nikodemus lebih mengasihi “nyawanya”. Dalam sejarah gereja, ada orang-orang besar yang ditarik dari hidup kemapanannya, seperti Agustinus, Dr. Jhon Sung (Song Shang Jie, yang dikenal sebagai obor Allah di Asia) dan lain sebagainya.
Memang kita tidak menjadi orang-orang sehebat tokoh di atas tetapi bagaimana pun kita harus meninggalkan kemapanan hidup kita. Tuhan Yesus berkata: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Luk. 9:58). Pernyataan Tuhan Yesus ini menunjukkan ketidakmapanan hidup-Nya di bumi. Juga Paulus dengan pernyataannya yang sangat luar biasa: ”Tetapi sekarang sebagai tawanan Roh aku pergi ke Yerusalem dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi atas diriku di situselain dari pada yang dinyatakan Roh Kudus dari kota ke kota kepadaku, bahwa penjara dan sengsara menunggu aku. Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah” (Kis. 20:22-24). Abraham sebagai Bapa orang percaya, pergi meninggalkan Ur-kasdim untuk mengembara menuju negeri yang Tuhan akan tunjukkan, hal ini menunjukkan kehidupannya yang tidak mapan. Alkitab katakan bahwa ia hanya tinggal di kemah, walaupun di negeri asalnya ia sudah menempati rumah permanen. Semua itu terjadi dalam kehidupan orang percaya, agar orang percaya memfokuskan diri pada Kerajaan Surga. Orang percaya harus mulai memindahkan hatinya ke surga sekarang, bukan nanti setelah mati, sebelum mati kita harus sudah memindahkannya.
Berita Terbaru