Surat Gembala, 3 April 2016
Peringatan akan kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus telah kita lalui. Pertanyaannya, adakah kita telah memiliki harapan di balik kematian dan kebangkitan-Nya? Jika iya, apa yang diharapkan dari kedua peristiwa ini? Mari kita jawab bersama-sama pertanyaan ini.
Satu-satunya hak yang dimiliki manusia yang telah jatuh ke dalam dosa adalah kebinasaan kekal. Akibat dosa, manusia dibawa masuk ke dalam “gerbong maut” yang meluncur bebas di atas “rel kodrat” dosa yang akan berhenti di alam maut yang kekal. Tidak banyak orang yang menyadari akan hal ini. Mungkin kita bertanya, bukankah maut dan kerajaan maut telah dikalahkan oleh darah Kristus? Benar, kerajaan maut telah dikalahkan, tetapi manusia belum mengalahkan kodrat dosa yang terdapat di dalam dirinya sendiri. Sebelum adanya kematian Kristus di atas salib, maut memiliki wewenang atas nasib kekal manusia. Seluruh manusia mati dipersekutukan dengan Adam, namun oleh kematian Kristus, maka seluruh manusia dipersekutukan dengan kebangkitan-Nya (1 Kor. 14;22). Inilah seharusnya yang menjadi harapan satu-satunya bagi setiap orang percaya. Pengharapan atas kebangkitan Kristus, tidak ada hubungannya dengan harapan akan kenyamanan dan keamanan hidup di bumi ini. Terbukti bahwa banyak orang yang sukses hidupnya, walaupun mereka tidak memercayai kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.
Paulus menegaskan, “Jika kita hanya dalam hidup ini saja menaruh harapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia” (1 Kor. 15:19). Petrus juga berkata, bahwa kebangkitan Kristus telah memberikan pengharapan akan adanya “bagian yang tidak dapat binasa, cemar, layu dan terseimpan di dalam surga” (1 Pet. 1:3). Melalui dua pernyataan ini, jelaslah bahwa pengharapan yang dimaksud adalah janji hidup kekal bersama dengan Bapa di surga, bukan di bumi. Bagaimana seseorang dapat menerima akan janji ini? Kristus adalah akses menuju janji tersebut, tetapi tidak serta-merta menjamin seseorang dapat menerima penyataan janji tersebut. Untuk menerima penyataan janji tersebut, seseorang harus memiliki iman, karena segala sesuatu yang dilakukan tanpa iman, maka tidak berkenan kepada Allah.
Iman yang dimaksud di sini adalah iman yang teruji seperti emas yang diuji melalui api. Rasul Petrus mengatakan agar bergembira di dalam menghadapi dukacita oleh berbagai-bagai pencobaan, karena itu hanya seketika saja (1 Pet. 1:3). Pencobaan pasti ada dan harus disikap dengan tanpa beban. Mengapa demikian? Paling tidak ada dua alasan. Pertama, untuk membuktikan kemurnian iman seseorang. Kedua, penderitaan dan cobaan itu hanya seketika dan itu pun tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan diberikan Tuhan di dalam kekekalan. Penderitaan tujuh puluh dan delapan puluh tahun, tidak sebanding dengan janji hidup kekekalan bersama dengan Bapa. Inilah rahasia keselamatan yang dirindukan dan diselidiki oleh para nabi dan malaikat. Betapa dahsyatnya pengharapan itu, sampai-sampai malaikat pun ingin mengetahuinya. Siapakah manusia sehingga sebegitu dahsyatnya Tuhan memerhatikannya. Memahami akan hal ini, masihkah kita mau mengeluh dalam menghadapi setiap permasalahan hidup? Mari pastikan arah pengharapan kita hanya kepada janji hidup kekal di dalam Kristus, sehingga kita pun tetap cakap dalam menjalani hidup. Amin.
“Mari pastikan arah pengharapan kita hanya kepada janji hidup kekal di dalam Kristus, sehingga kita pun tetap cakap dalam menjalani hidup.”
Berita Terbaru