Surat Gembala, 29 November 2015
Orang tua akan mamandang sebagai hal lucu ketika melihat anaknya yang masih balita melakukan sebuah kesalahan. Kesalahan-kesalahan ini akan mendapat toleransi sampai pada batas-batas usia tertentu saja. Sepuas apapun para orang tua melihat hal-hal yang menggemaskan dari kelucuan anak balitanya, pasti mereka mengharapkan anaknya untuk bertumbuh dan berkembang dengan baik. Tubuhnya sehat, demikian juga jiwanya mengalami perkembangan yang sehat pula. Seiring pertumbuhan tubuh dan perkembangan jiwanya, orang tua berharap anak-anaknya mampu memiliki tanggung jawab bagi kelangsungan hidup dan masa depannya. Setiap orang tua mengupayakan sedemikian rupa untuk pertumbuhan anak-anaknya. Proses inilah yang disebut perubahan. Segala sesuatu pasti mengalami perubahan, entah itu mengarah ke arah negatif atau positif.
Keselamatan di dalam Yesus Kristus menuntut seseorang untuk bergerak secara dinamis dalam pengenalan, perkembangan iman, dan pada akhirnya kedewasaan rohani yang terus-menerus berkembang ke arah Dia, yaitu Kristus yang adalah kepala (Efesus 4:15). Keselamatan itu bukan sesuatu yang mudah. Banyak orang berargumentasi bahwa Kristus telah menyelesaikannya di kayu salib, maka kita tinggal mengimani saja maka pasti masuk surga. Sementara kata “mengimani” tidak dipahami secara tepat. Iman bukanlah sebuah aktivitas pikiran dan batin saja, tetapi sebuah tindakan menyeluruh dari sikap batin yang termanifestasikan dalam tindakan. Jika keselamatan semudah yang dipikirkan oleh banyak orang, maka Tuhan Yesus tidak perlu berkata, berjuanglah masuk melalui jalan yang sempit itu, karena banyak orang akan berusaha masuk, tetapi tidak mendapatkannya (Mat. 7:13-14). Di dalam Matius 18:3, Tuhan berkata, “sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan tidak menjadi anak kecil ini, kamu tidak masuk Kerajaan Surga.” Perlu kita perhatikan dengan sesama “dan” di sana. Kata “dan” dalam kalimat tersebut memiliki arti sangat penting yaitu, bahwa untuk masuk dalam Kerajaan Surga tidak cukup bertobat, tetapi iman seseorang harus bertumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Bagian lain dari kalimat tersebut adalah “seperti anak kecil” (paidion, anak usia 7-14 tahun). Mengapa harus seperti anak kecil (paidion) ? Pada usia-usia itulah seorang anak efektif untuk dididik. Dengan memahami hal ini, maka kita mengerti akan kesejajaran dari dua kalimat ini, bertobat dan menjadi anak kecil. Anak kecil yang dimaksudkan bukanlah sikap kekanak-kanakan, tetapi lebih kepada sikap polos sehingga mudah untuk dididik.
Kita harus berprinsip : aku mau mendengarkan nasihat, aku mau mendengarkan firman, aku mau berubah. Biarlah pernyataan ini menjadi komitmen hidup kita, sebab komitmen ini akan membawa kita kepada perubahan; bertobat, berubah pikiran dan menjadi seperti anak kecil, seperti paidion usia efektif dididik dan dibentuk Tuhan, sehingga sampai kita mati, kita adalah pribadi yang selalu mendengar terus firman yang mengubah kita terus, sampai mati kita harus bertumbuh terus, dengar-dengaran akan firman Tuhan, dan menjadi pelaku Firman itu.
Hidup ini adalah sekolah kehidupan. Jangan berhenti sekolah, jangan berhenti belajar. Melainkan terus bertumbuh, bertobat, dan menjadi seperti anak kecil. Yang siap diajar. Jikalau selama ini kita merasa sudah tidak perlu lagi bertumbuh karena sudah berpendidikan tinggi, terhormat, kaya, ditakuti orang, lalu kita tidak merasa rendah, hal ini sangat membahayakan! Hari ini, jika kita membaca firman ini, kita diajak untuk bertobat, dibaharui, dan sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, mari kita memberi diri untuk diubah. Marilah kita berkomitmen dengan mengatakan dalam hati : “Tuhan, aku mau berubah, Tuhan aku mau bertumbuh, Tuhan aku mau menjadi sempurna, Tuhan aku percaya Firman-Mu, Engkau berikan aku kemampuan untuk menjadi sempurna.” Amin.
” Hidup ini adalah sekolah kehidupan. Jangan berhenti sekolah, jangan berhenti belajar.”
Berita Terbaru