Surat Gembala, 2 Oktober 2016
Ketika Abraham diperintahkan Tuhan untuk meninggalkan Ur-kasdim, ia meninggalkan negerinya itu tanpa ragu-ragu. Abraham berjalan terus semakin jauh dari negerinya dan tidak pernah berniat untuk kembali, walau ia memiliki kesempatan untuk kembali. Tindakan Abraham ini sama dengan Ur-kasdim telah disalibkan baginya, dan dia disalibkan bagi Ur-kasdim. Sejak kepergiannya dari Ur-kasdim, ia memutuskan hubungan dengan negeri tersebut. Kehidupan Abraham ini menjadi inspirasi dan pola iman Kristiani kita. Beriman itu artinya memutuskan hubungan dengan dunia lama. Bisa dimengerti kalau Tuhan Yesus mengingatkan orang percaya agar tidak memiliki langkah hidup seperti istri Lot yang menoleh ke belakang. Karya keselamatan yang disediakan bagi keluarga Lot gagal atas diri istri Lot, karena ia menoleh ke belakang. Rupanya istri Lot tidak rela memutuskan hubungan hati dengan apa yang ada di kota Sodom dan Gomora. Seharusnya Sodom dan Gomora telah disalibkan bagi mereka (keluarga Lot), dan mereka telah disalibkan bagi Sodom dan Gomora.
Orang percaya di abad mula-mula bisa percaya dan mengikut Tuhan Yesus kalau memiliki prinsip seperti yang ditulis Paulus ini: Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.Untuk percaya kepada Tuhan Yesus dan mengikuti jejak-Nya, mereka harus kehilangan segala sesuatu.
Mereka bisa kehilangan sahabat, teman, handai taulan bahkan keluarga sendiri. Mereka disingkirkan dari masyarakat, bahkan mereka harus mempertaruhkan orang-orang yang mereka cintai dimasukkan penjara dan dibunuh. Sementara mereka sendiri teraniaya dan bisa berakhir di kematian keji dalam bentuk hukuman pancung, disalib atau dibakar hidup-hidup dan lain sebagainya. Keadaan ini digambarkan Paulus sebagai dunia telah disalibkan bagi mereka dan mereka bagi dunia. Penderitaan tersebut menjadi kemegahan, bukan sesuatu yang memalukan karena mengerjakan kemuliaan.
Apakah prinsip hidup ini masih bisa dikenakan atau berlaku bagi kita hari ini? Tentu jawabnya adalah ya. Kebenaran Firman Tuhan memiliki nilai abadi, sampai Tuhan datang kembali dan semua yang dinubuatkan digenapi. Masalahnya sekarang adalah bagaimana mengimplementasikan Firman Tuhan tersebut. Seperti Abraham meninggalkan Ur-kasdim dan menjalani hidup pengembaraannya, demikian pula seharusnya orang percaya meninggalkan kesenangan dunia dan hidup dalam pengembaraan. Hidup dalam pengembaraan artinya tidak menjadikan dunia ini sebagai hunian nyaman yang tetap, tetapi sebagai kesempatan untuk mempersiapkan diri bertemu dengan Tuhan di dalam Kerajaan-Nya. Harus dimengerti, diterima dan diperlakukan bahwa dunia ini bukanlah rumah kita.
Ketika kita menyatakan percaya, maka kita telah dihisapkan sebagai “bukan berasal dari dunia ini”, sama seperti Tuhan Yesus bukan berasal dari dunia ini. Prinsip ini mutlak harus dikenakan dalam kehidupan orang percaya. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata: Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.Kalau seseorang tidak dapat menjadi murid, berarti tidak bisa digarap untuk diubah oleh Tuhan. Jika demikian, apa artinya menjadi kristen? Ayat ini tidaklah sulit dimengerti pada zaman aniaya, karena mereka semua dibawa kepada kondisi harus melepaskan segala sesuatu untuk menjadi orang percaya atau tidak sama sekali, sehingga tidak pernah menjadi orang yang diselamatkan. Dalam hal ini kita mengerti mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa sebelum mengikut Dia, seseorang harus menghitung dulu anggarannya. Sebab mengikut Tuhan Yesus itu sangat sulit. Kesulitan bahkan penderitaan besar akan membuahkan berkat besar yang tidak terkatakan. Inilah yang seharusnya menjadi kemegahan atau kebanggaan orang percaya. Amin
“Seperti Abraham meninggalkan Ur-Kasdim dan menjalani hidup pengembaraannya, demikian pula seharusnya orang percaya meninggalkan kesenangan dunia dan hidup dalam pengembaraan.”
Berita Terbaru