Surat Gembala, 14 Agustus 2016
Halangan yang terbesar dalam mengenakan tata laksana kehidupan yang benar adalah diri sendiri atau si ”aku”. Yang dimaksud dengan “diri sendiri” adalah karakter kita dan segala filosofinya yang sudah nyaris permanen yang telah dibangun melalui perjalanan panjang kehidupan. Dalam diri kita mengalir hasrat keinginan daging berupa nafsu yang bertalian dengan tubuh jasmani yaitu makan minum dan seks. Kalau seseorang sudah terikat dengan keinginan daging ini, maka sukarlah untuk dapat melepaskannya. Keinginan daging yang tidak sesuai dengan norma Tuhan akan menuntut terus untuk dipuaskan. Seperti candu yang menagih terus.
Dalam diri kita melalui jiwa terdapat berbagai keinginan yang sudah mengakar sehingga menjadi semacam ‘candu’. Kalau seseorang biasa mengumbar jiwanya dengan segala keinginan, maka jiwanya selalu menuntut atau menagih untuk dipuaskan dengan berbagai hal yang diingini jiwa tersebut. Inilah yang membuat banyak orang tertawan dari keinginan yang satu ke keinginan lainnya. Pada umumnya orang menganggap hal ini wajar. Dengan demikian Tuhan tidak mendapat tempat dalam kehidupan orang-orang seperti ini. Banyak orang Kristen masih berkeadaan seperti ini, tetapi mereka merasa bahwa mereka adalah orang Kristen yang normal. Mereka merasa sebagai orang yang santun di mata masyarakat, padahal mereka tidak santun di mata Tuhan.
Pada umumnya orang tertawan oleh dirinya sendiri yang telah terbentuk oleh kehidupan masa lalu. Masa lalu menunjuk asuhan dunia dan berbagai filosofinya yang tidak membuat seseorang berpikir cerdas untuk mengerti kehendak Bapa. Itulah sebabnya Firman Tuhan mengatakan agar kehidupan lama harus ditanggalkan dan mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbarui. Siapa kita hari ini adalah produk dari sejarah panjang hidup kita dengan segala pengalamannya yang melibatkan fisik, emosi, perasaan dan segenap hidup. Semua itu membentuk satu sosok yaitu diri kita ini. Kalau sosok itu masih dihidupi maka kita tidak pernah memiliki tata laksana kehidupan seperti yang Tuhan inginkan. Ini berarti tidak pernah menjadi anak-anak Allah seperti Tuhan Yesus. Jika hal ini tidak dihentikan maka Allah Bapa tidak pernah menemukan pribadi anak-Nya di dalam diri kita. Yang Bapa temukan adalah pribadi kita sendiri yang jauh dari standar yang Allah inginkan.
Diri kita sendiri adalah raksasa yang harus ditumbangkan hingga tewas sama sekali. Artinya semua pengaruh dunia di sekitar kita tidak berdampak banyak, hal ini dapat dicapai ketika kita bisa menguasai dan menaklukkan diri kita sendiri. Kalau kita tidak bisa menaklukkan diri sendiri berarti dunia sekitar yang akan menaklukkannya. Itu berarti seseorang akan menjadi sama dengan dunia ini. Itu juga berarti keselamatan dalam dirinya tidak berfungsi sama sekali atau dengan kata lain ia tidak menerima keselamatan. Menaklukkan raksasa diri sendiri harus sampai bisa mematikan. Itu berarti bukan tumbang pingsan sesaat, dimana pada waktu-waktu tertentu bisa bangkit kembali. Kalau dikatakan raksasa tumbang sesaat adalah ketika seseorang bersikap sakan-akan benar padahal itu hanyalah penampilan lahiriah. Batiniahnya belum benar-benar diubahkan. Pada waktu-waktu tertentu sikap batiniahnya yang belum diubah akan menampilkan tindakan dan keputusan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Inilah panggilan untuk menyangkal diri dan memikul salib. Kata menyangkal dari teks aslinya aparnesasto (???????????) yang kasus keterangan waktunya adalah imperative aorist middle deponent 3rd person singular. Ini adalah bentuk perintah yang ditujukan kepada masing-masing pribadi. Menyangkal diri berarti mengubah cara berpikir anak-anak dunia yang tidak mengenal kebenaran. Amin
“Menaklukkan raksasa diri sendiri harus sampai bisa mematikan. Itu berarti bukan tumbang pingsan sesaat, dimana pada waktu-waktu tertentu bisa bangkit kembali.”
Berita Terbaru