Dalam Matius 7:21-23 terdapat pelajaran yang sangat berharga, bahwa orang yang tidak melakukan kehendak Bapa adalah kejahatan. Melakukan kehendak Bapa adalah melakukan segala sesuatu yang Dia inginkan. Untuk ini seseorang harus memiliki kepekaan terhadap pikiran dan perasaan Tuhan berkenaan dengan hidupnya pribadi. Kalau kejahatan ukuran orang beragama seperti orang-orang Yahudi yang menganut torat, tidak melakukan torat adalah kejahatan, tetapi bagi anak-anak Tuhan dengan standar sempurna seperti Bapa atau mengenakan kehidupan Tuhan Yesus, jika tidak melakukan kehendak Bapa adalah kejahatan.
Kata kejahatan dalam teks aslinya adalah anomia (??????) yang artinya tidak berhukum. Bagi orang percaya yang tidak hidup di bawah hukum torat hukumnya adalah kehendak Allah Bapa. Itulah sebabnya dalam kehidupan orang percaya tidak ada hukum, syariat dan peraturan-peraturan beragama seperti dalam banyak agama. Ini bukan berarti orang percaya boleh hidup sembarangan tanpa etika dan kesantunan. Secara moral umum orang percaya harus sudah lulus artinya sudah baik. Sebab bagaimana seseorang bisa melakukan keinginan Tuhan kalau melakukan hukum moral umum saja tidak. Orang percaya harus menumbuhkan kepekaan mengerti kehendak Tuhan untuk dilakukan setiap hari.
Dalam perumpamaan mengenai Raja yang mengadakan pesta dalam Matius 22:1-14, orang yang diusir dari pesta tersebut bukanlah orang jahat yang tidak menghargai undangan Raja atau yang membunuh dan menyiksa utusan raja, tetapi ia “hanya tidak mengenakan pakaian pesta”. Raja itu tidak mentolerir keadaan itu sama sekali. Di mata Sang Raja itu, tidak mengenakan pakaian pesta sudah merupakan sesuatu yang tidak pantas atau bisa disejajarkan dengan kejahatan. Sejajar dengan kejahatan, sebab sebagai buktinya orang tersebut dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap. Tempat apa ini, kalau bukan gehenna atau neraka.
Maksud penjelasan ini bukan menakuti atau mengancam tetapi supaya kita mengerti hakikat Allah kita. Ia bukan saja Allah yang lemah lembut, sabar, pemurah dan penuh pengertian, tetapi pada saatnya Ia juga dapat bersikap tegas. Dengan mengerti hal ini maka kita dapat membangun perasaan takut yang kudus terhadap Tuhan. Orang percaya harus memiliki sikap hormat dan bersikap sepantasnya terhadap Dia. Untuk ini dibutuhkan pengenalan yang memadai mengenai Allah dan sentuhan dengan Tuhan setiap hari. – Solagracia –
Berita Terbaru